Menurut
Herman Sihombing, merupakan hukum tata negara dalam keadaan bahaya, yakni
sebuah rangkaian pranata dan wewenang secara luar biasa dan istimewa untuk
dalam waktu sesingkat-singkatnya dapat menghapuskan keadaan darurat atau bahaya
yang mengancam, ke dalam kehidupan biasa menurut perundang-undangan dan hukum
yang umum dan biasa. Dalam keadaan normal sistem norma hukum diberlakukan
berdasarkan konstitusi dan produk hukum lain yang resmi. Dalam keadaan abnormal
sistem hukum tersebut tidak dapat berfungsi dengan baik. Maka pengaturan
keadaan darurat mempunyai arti penting sebagai dasar hukum bagi pemerintah
mengambil tindakan guna mengatasi keadaan abnormal tersebut. Pada keadaan
abnormal (darurat) pranata hukum yang diciptakan untuk keadaan normal tidak
dapat bekerja.
Secara
umum, hukum negara dalam keadaan darurat diberlakukan dalam keadaan yang sangat
genting. Hukum tata negara darurat menurut doktrin ada dua yakni hukum tata
negara darurat objektif dan subjektif. Hukum tata negara darurat subjektif
adalah hak negara untuk bertindak dalam keadaan bahaya atau darurat dengan cara
menyimpang dari ketentuan undang-undang atau bahkan ketentuan undang-undang
dasar. Sedangkan hukum tata negara darurat objektif adalah hukum tata negara
yang berlaku ketika negara berada dalam keadaan darurat, bahaya, atau genting.
Menurut Jimly
As-Shiddiqie, Negara berada dalam keadaan darurat sehingga diberlakukan hukum
darurat jika terjadi beberapa keadaan di bawah ini :
1. keadaan
bahaya karena ancaman perang yang datang dari luar,
2. keadaan
bahaya karena tentara nasional sedang berperang di luar negeri
3. keadaan
bahaya karena perang di dalam negeri atu pemberontakan
4. keadaan
bahaya karena kerusuhan sosial
5. keadaan
bahaya karena bencana alam
6. keadaan
bahaya karena tertib hukum dan administrasi yang terganggu
7. keadaan
bahaya karena kondisi keuangan negara
8. keadaan
lain dimana fungsi konstitusional tidak dapat bekerja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar